Manado, MP
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertambangan Mineral oleh Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara
(DPRD Sulut) bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menemui jalan buntuh.
Hal tersebut, menurut ketua Pansus Ferdinand Mewengkang, disebabkan
oleh tak dilaluinya mekanisme dan prosedur secara benar oleh SKPD atau instansi terkait.
“Undanganya jam 10. Kita buka pukul 10.30. Kita skors karena belum hadir SKPD-nya, instansinya yang telah diundang. Skors yang dibuka pukul 11.00 hanya tiga kepala SKPD yang hadir: Kepala Dinas Pertambangan, Kepala Biro Hukum dan kepala Biro Perekonomian,” keluh Mewengkang.
Lebih lanjut, Mewengkang menyampaikan bahwa pejabat yang diutus pun tak berkompeten untuk bicara mewakili instansi yang mengutusnya.
“Lainnya diwakili. Salah satu yang diwakili, dari Dinas PU, diwakili oleh salah satu eselon IV. Saya tanya, ‘anda punya penugasan?’ ‘Saya hanya ditugaskan disini dan tidak bertanggungjawab.’ Nah, ini kan lucu. Sampai jam 11 ada dua dinas yang tidak hadir, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Mewengkang dengan nada kesal.
Sebetulnya, kata Mewengkang, bukan Pansus yang memperlambat, melainkan pihak eksekutif.
“Ada komentar dari bapak James Tuuk bahwa materi ini belum dipresentasikan kepada bapak gubernur. Oleh karena itu atas usul teman-teman Pansus maka kita skors,” tutur Ferdinand.
“Sebetulnya dari kami pihak DPRD tidak ada maksud untuk memperlambat. Malah kita sudah maju, sudah membahas sampai pasal 21. Itu membuktikan kami DPRD serius. Justru yang tidak serius eksekutif,” pungkas Mewengkang.
Pada saat dan tempat yang sama James Tuuk menghimbau agar kinerja dalam Pansus lebih efektif dan berbobot.
“”Pembahasan harus lebih baik lagi. Jangan kita duduk saja dan tak menghasilkan hasil bagi rakyat,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Turut juga hadir dalam pembahasan Ranperda ini antara lain Felly Runtuwene dan Edison Masengi. (Iswan Sual)