LBH Manado Sorot Aksi Backing Aparat Dibalik Perampasan Lahan Warga

658


MANADO, ManguniPost.com – Perusahaan-perusahaan besar yang kerap merampas hak petani atau masyarakat kecil dengan backing aparat, ikut disorot Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Dimana, YLBHI telah mengeluarkan catatan fenomena itu terjadi di empat provinsi di Indonesia, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Sulawesi Utara.

Terkait hal tersebut, Direktur YLBHI-LBH Manado, Frank Tyson Kahiking saat dihubungi awak media, Rabu (08/04), telah membenarkan adanya catatan kritis yang dikeluarkan YLBHI terkait kasus sengketa lahan yang dibackup aparat.

“Di tengah upaya situasi darurat ini, YLBHI mendapatkan pengaduan dari berbagai daerah bahwa aparat kepolisian dan anggota TNI justru terus melangsungkan tindakan melawan hukum dengan menjadi ‘penjaga’ perusahaan baik sektor pariwisata, pertambangan, maupun perkebunan untuk menggusur lahan-lahan pertanian dan perumahan warga,” terang Kahiking.

Hal ini jelas kontradiktif dengan usaha-usaha melawan pandemi Covid-19. Pertama, Polisi maupun TNI sendiri otomatis telah membuat kerumunan, memancing munculnya kerumuman bahkan gesekan dalam kerumunan itu sehingga dapat memicu meluasnya penyebaran wabah Covid-19. Kedua, aktivitas tersebut telah mengakibatkan petani kehilangan tanah yang menjadi sumber peghidupannya sehingga kerentanannya meningkat pula di tengah situasi physical distancing,” pungkasnya.

Selebihnya, Kahiking menjelaskan bahwa sejak wabah Covid-19 mulai merebak, sedikitnya telah terjadi 5 kasus kekerasan oleh aparat dalam konflik tanah dan lingkungan di Indonesia.

“Pertama, polisi di Sulawesi Utara pada 12 Maret 2020 mengkriminalisasi empat orang warga Desa Makalisung, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara atas laporan perusahaan PT Cakra Guna Darma Eka terkait tindak pidana tuduhan pemakaian lahan tanpa izin. Sebelumnya, pada akhir Februari 2020, sebuah sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan 58 rumah milik warga dibongkar paksa oleh perusahaan dengan dikawal aparat kepolisian. Padahal warga telah menetap di sana secara turun temurun sejak sekitar 326 tahun lalu dan lahan yang saat ini dirampas pun merupakan lahan relokasi dari penggusuran oleh perusahaan yang sama pada tahun 2020. Saat ini tiga gereja dan tiga keluarga masih terancam digusur,” tandasnya. (*)

Penulis/Editor : Jack Wullur